Jumat, 22 November 2013

Antara profesional dan pengabdian

SMK menuntut siswa agar siap kerja,  lebih lagi berwirausaha.  Terdapat hal-hal yang diluar dugaan muncul dari statement dari sesepuh yang memojokkan saya menjadi orang yang salah luar biasa besar.

Ketika itu ada acara sekolah yang diadakan di Pacet.  Seperti biasanya saya kebagian dokumentasi.  Setelah saya hitung secara minimalis dan super efisien,  anggaran menyatakan 720 ribu untuk produksi video 2 kamera (dengan hasil kurang lebih 2 jam) ,  foto 2 roll plus album. Jumlah crew anak smk sejumlah 4 siswa dan 1 pendamping.

Yang dipermasalahkan sama sesepuh terdapat uang saku selama 3 hari dua malam yakni 50 ribu persiswa dan 100 ribu untuk pendamping. Sesepuh menyatakan "Jangan didik anak untuk materialistis !,  didik mereka untuk mengabdi! ".  Padahal niat saya hanya untuk uang saku jauh dari rumah..

Tetapi bagaimana membuat pengabdian merupakan hal yang tidak terasa dipaksakan?  Sedikit contoh beberapa guru GTT dengan gaji tidak layak juga mengabdi di sekolah,  namun mereka sesungguhnya terpaksa.. Datang ngajar dan pulang.

Saya seorang yang orientasi bisnis,  sejak kuliah saya sudah punya usaha patungan video shooting. Saya selalu menghitung sempatnya saya dengan uang.  Namun bedanya sejak mengajar,  sering kali secara tidak sadar saya merugi ketika membimbing siswa ekstra diluar jam dan hari minggu,  bahkan memperbaiki dan membeli peralatan dengan uang sendiri serta ngasih makan anak-anak jika kegiatan melewati jam makan. Namun saya sesungguhnya sangat percaya,  bahwa uang saya akan kembali bahkan berlebih. 

Tetapi saya bukanlah seorang pengabdi,  namun saya mencintai, menyukai kegiatan saya.  Saya mencintai pekerjaan ini,  sebagai guru,  panutan anak-anak. Pertanyaan sekarang adalah bagaimana mendidik anak untuk bisa menyukai pekerjaan,  profesional dan memiliki wawasan luas terhadap bisnis/wirausaha?

Semoga dengan seiring waktu anak-anak dapat menjalani kehidupan yang baik,  bahkan harapan saya lebih baik daripada saya sendiri.

Kamis, 21 November 2013

Persiapan Olimpiade Dikdasmen Muhammadiyah Lamongan 2013

Hari ini secara mendadak SMK Muhammadiyah 1 Lamongan diperintahkan oleh PDM untuk menjadi tempat Pembukaan,  sebelumnya (sekitar 1 bulan lalu)  hanya sebagai tempat lomba. 

Alhasil kita hrus mempersiapkan panggung,  acara dan lain-lain.
Pak Maghfur selaku Kepala Sekolah menginstruksikan guru-guru dan karyawan untuk diskusi. 

Sangat efektif,  semua sudah tahu posisi dan pekerjaan yang harus dilakukan.  Kebersihan,  perlengkapan,  pengisi hiburan,  sewa terop,  sound.  Seakan-akan tidak sudah terkoordinir sekian lama.

Saya kebagian bikin backdrop,  pasang umbul-umbul dan peralatan musik.  Yang tentu saja saya mandatkan ke orang-orang dan siswa IPM yang dapat membantu.  Saya tinggal kontrol saja.

Yah,  semoga lancar saja..

Minggu, 05 April 2009

Profesi, Integritas dan Tunjangan Pengajar

Benar dan nyata apa yang dikatakan Bapak Muhtadi, "Guru harus bisa memisahkan antara kerja dan gaji", dalam hal ini kerja secara benar-benar profesional (mengajar dan Mendidik).

"Apakah kamu tahu gaji yang saya terima di sana?" dengan tawa sinis. " Jauh...jauh lebih banyak...!!"
"Bahkan saya ingin sekali keluar dari kampus ini..!". Ibu Laura memandang ke Mahasiswa dengan seraya mengajak berpikir dengan ucapanya itu. " He..he.." Si Mahasiswa mencoba menyahut dengan rendah hati, namun gak tahu apa yang ingin diucapkan untuk menyambung perkataan Sang Dosen.

Sejak Ibu Laura mendapatkan Nomor Cantik dari Negara, seakan-akan tuntas sudah pengabdiannya terhadap kampus yang membesarkan namanya. Saya hanya berkata dalam hati " Silahkan aja keluar dari sini!, tapi hormatilah nama kampus , hormati juga perasaan mahasiswa."